Tugas Pendidikan kelompok 21
Nita Permata Sari Siregar 11-033
Winda Rizka 11-011
1. Dimana
letak persinggungan antara teknologi dan pendidkan ?
Jawab : Psikologi
pendidikan adalah studi ilmiah tentang perilaku dan proses mental. Psikologi
pendidikan adalah cabang ilmu psikologi yang mengkhususkan diri pada cara
memahami pengajaran dan pembelajaran dalam lingkungan pendidikan. Psikologi
pendidikan adalah bidang yang sangat luas sehingga dibutuhkan satu buah bahasan
tersendiri untuk menjelaskannya.
Teknologi pendidikan
keberadaanya sudah cukup lama, yaitu di era pertengahan 1970-an. Namun sekarang
masih banyak tenaga pendidik yang kurang begitu memahami apalagi menerapkannya
dalam dunia pendidikan. Bahkan tidak dapat dipungkiri, masih banyak orang yang
memiliki persepsi yang keliru terhadap disiplin ini. Mereka beranggapan bahwa
teknologi pendidikan hanya mengenai televisi, computer atau penggantian peran
guru oleh seperangkat teknologi di kelas. Tetapi dengan zaman yang sudah sangat
canggih seperti saat ini dengan teknologi kita dapat dengan gampang mengetahui
apa saja yang terjadi di seluruh dunia dengan adanya teknologi pendidikan akan
lebih gampang menjalani pendidikannya Pembelajaran pada hakekatnya
mempersiapkan peserta didik untuk dapat menampilkan tingkah laku hasil belajar
dalam kondisi yang nyata, atau untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam
kehidupannya. Untuk itu, pengembang program pembelajaran selalu menggunakan
teknik analisis kebutuhan belajar untuk memperoleh informasi mengenai kemampuan
yang diperlukan peserta didik. Bahkan setelah peserta didik menyelesaikan
kegiatan belajar selalu dilakukan analisis umpan balik untuk melihat kesesuaian
hasil belajar dengan kebutuhan belajar.
Menurut Lumsdaine
(dalam Miarso 2009), ilmu perilaku merupakan ilmu yang utama dalam perkembangan
teknologi pendidikan terutama ilmu tentang psikologi belajar, sedangkan menurut
Deterline (dalam miarso 2009) berpendapat bahwa teknologi pembelajaran
merupakan pengembangan ataupun aplikasi dari teknologi perilaku yang digunakan
untuk menghasilkan suatu perubahan perilaku tertentu dari pebelajar secara
sitematis guna pencapaian ketuntasan hasil belajar itu sendiri. Sedangkan
Harless (1968) menyebutnya dengan “front-end analysis”, sedangkan Mager
dan Pape (1970) menyebutnya “performance problem analysis”. Dan Romizwoski (1986)
mengistilahkan kegitan tersebut sebagai “performance technology”. Belajar
berkaitan dengan perkembangan psikologis peserta didik, pengalaman yang perlu
diperoleh, kemampuan yang harus dipelajari, cara atau teknik belajar,
lingkungan yang perlu menciptakan kondisi yang kondusif, sarana dan fasilitas
yang mendukung, dan berbagai faktor eksternal lainnya. Untuk itu, Malcolm
Warren (1978) mengungkapkan bahwa diperlukan teknologi untuk mengelola secara
efektif pengorganisasian berbagai sumber manusiawi. Romizowski (1986)
menyebutnya dengan “Human resources management technology”. Penanganan berbagai
pihak yang diperlukan dan memiliki perhatian terhadap pengembangan program
belajar dan penyelenggaraan kegiatan pembelajaran memerlukan satu teknik
tertentu yang dapat mengkoordinir dan mengakomodasikannya sesuai dengan potensi
dan keahlian masing-masing.
Kajian ahli-ahli
psikologi dan sosial psikologi dalam pendidikan berlangsung selama masa dan
pasca perang dunia ke II, terutama menjadi fokus kajian di lingkungan
pengajaran militer (Lange, 1969). Hasil kajiannya membawa pengaruh terhadap
penyelenggaraan pembelajaran, terutama dalam menetapkan tujuan pengajaran,
memahami peserta didik, pemilihan metode mengajar, pemilihan sumber belajar,
dan penilaian. Kemudian berkembang beberapa kajian yang berkaitan dengan
hubungan antara media audiovisual dengan pembelajaran yang difokuskan pada
persepsi peserta didik, penyajian pesan, dan pengembangan model pembelajaran.
Studi masa itu kebanyakan diwarnai oleh aliran psikologi behavior, sebagai
contoh operant behavioral conditioning yang ditemukan BF Skinner (1953). Teori
belajar dan psikologi behavior ini mempengaruhi teknologi pendidikan pada masa
itu dalam tiga hal, yaitu:
1.
Pengembangan dan penggunaan teaching machine dan program pembelajaran;
2.
Spesifikasi tujuan pendidikan ke arah behavioral objectives; dan
3.
Pencocokan konsep operant conditioning dengan konsep model komunikasi (Ely,
1963).
.
2.
Bagaimana pendidikan yang saat ini
hubungan dengan teknologi di daerah kota medan ?
Jawab : perspektif tentang hubungan antara
teknologi dengan pendidikan terutama di daerah kota medan ?? :Perspektif
pertama adalah perspektif yang memandang bahwa teknologi adalah produk
pendidikan. Perspektif ini berlaku di negara atau lembaga pendidikan yang
budaya research & development-nya sudah sangat bagus. Memandang teknologi
sebagai produk pendidikan memiliki dampak positif berupa tidak terikatnya
pendidikan terhadap keterbatasan teknologi. Kita sering mendengar banyak yang
mengeluh “Sekolah kami tidak memiliki fasilitas untuk itu”. Kalimat seperti ini
tidak akan muncul, jika perspektif yang dimiliki adalah perspektif teknologi
sebagai produk pendidikan.
Perspektif kedua, adalah perspektif yang menganggap bahwa teknologi adalah akselerator pendidikan. Perspektif ini bisa benar, jika penguasaan tenaga didik terhadap pedagogik dan andragogik-nya juga sudah benar. Bagaimanapun juga, teknologi hanyalah alat bantu pendidikan. Apalagi jika kita berbicara tentang Teknologi Informasi, yang baru akan bisa punya “taring” jika Sistem Manajemen Informasi, termasuk Learning Content Management System (LCMS)-nya benar-benar tertata dengan rapi dan merupakan produk kerjasama antara para ahli pendidikan, ahli Knowledge Management dan para ahli teknologi IT. [Di Indonesia ada kesalahan persepsi, bahwa Teknologi Informasi untuk Pendidikan hanya kerjaan para ahli komputer].
Perspektif Ketiga adalah perspektif yang paling banyak dimiliki oleh kalangan pendidik Indonesia, dan merupakan sebuah salah kaprah akut. Yakni memandang bahwa teknologi adalah Pendidikan. Seakan-akan papan tulis dan metode belajar tradisional tidak punya “tempat” lagi untuk mengembangkan peserta didik yang bermutu. Seakan-akan semuanya harus digantikan dengan komputer dan LCD Proyektor. Seakan-akan Perpustakaan harus dan wajib diganti dengan Internet. Perspektif ini memiliki dampak sangat fatal, yakni hadirnya generasi pendidik yang tidak kreatif, menyerah terhadap keterbatasan yang ada.
Perspektif kedua, adalah perspektif yang menganggap bahwa teknologi adalah akselerator pendidikan. Perspektif ini bisa benar, jika penguasaan tenaga didik terhadap pedagogik dan andragogik-nya juga sudah benar. Bagaimanapun juga, teknologi hanyalah alat bantu pendidikan. Apalagi jika kita berbicara tentang Teknologi Informasi, yang baru akan bisa punya “taring” jika Sistem Manajemen Informasi, termasuk Learning Content Management System (LCMS)-nya benar-benar tertata dengan rapi dan merupakan produk kerjasama antara para ahli pendidikan, ahli Knowledge Management dan para ahli teknologi IT. [Di Indonesia ada kesalahan persepsi, bahwa Teknologi Informasi untuk Pendidikan hanya kerjaan para ahli komputer].
Perspektif Ketiga adalah perspektif yang paling banyak dimiliki oleh kalangan pendidik Indonesia, dan merupakan sebuah salah kaprah akut. Yakni memandang bahwa teknologi adalah Pendidikan. Seakan-akan papan tulis dan metode belajar tradisional tidak punya “tempat” lagi untuk mengembangkan peserta didik yang bermutu. Seakan-akan semuanya harus digantikan dengan komputer dan LCD Proyektor. Seakan-akan Perpustakaan harus dan wajib diganti dengan Internet. Perspektif ini memiliki dampak sangat fatal, yakni hadirnya generasi pendidik yang tidak kreatif, menyerah terhadap keterbatasan yang ada.
Milken Exchange on Education Technology, bagian
dari Milken Family Foundation, Amerika Serikat, menuliskan bahwa untuk
berhasilnya penerapan teknologi pendidikan di sebuah lembaga pendidikan,
haruslah mampu menjawab tantangan-tantangan berikut ini :
- Terpenuhinya standar yang tinggi sesuai dengan era teknologi yang ada saat ini
- Mengadakan sebuah agenda penelitian nasional untuk mengetahui kejelasan penerapannya
- Meningkatkan kapasitas sekolah lokal dan daerah untuk mengaplikasikan kondisi lingkungan pembelajaran tertentu (bagi penerapan teknologi yang dimaksud)
- Mendokumentasikan dan melaporkan setiap hasil penerapannya (dan penelitian) di lapangan.
3.
Apa pendapat kalian tentang UBIQUITOS
COMPUTING ??
Jawab : Menurut Kelompok kami ialah : Komputasi
di mana-mana (Ubicomp) adalah
model pasca-desktop interaksi
manusia-komputer yang memproses
informasi telah sepenuhnya terintegrasi
ke dalam benda sehari-hari dan
kegiatan. Dalam perjalanan aktivitas
normal, seseorang "menggunakan"
komputasi mana-mana melibatkan perangkat komputasi banyak
dan sistem secara bersamaan, dan belum tentu bahkan tidak menyadari bahwa mereka melakukannya. Model ini biasanya dianggap
sebagai kemajuan dari paradigma
desktop. Secara lebih formal,
komputasi di mana-mana didefinisikan
sebagai "mesin
yang sesuai dengan lingkungan manusia
bukan memaksa manusia
untuk masuk mereka."
Paradigma ini juga digambarkan sebagai komputasi luas, kecerdasan ambient, atau, baru-baru, everyware, di mana setiap istilah menekankan aspek yang sedikit berbeda. Ketika terutama tentang obyek yang terlibat, juga komputasi fisik, Internet of Things, komputasi haptic, dan sesuatu yang berpikir. Daripada mengajukan definisi yang tunggal untuk komputasi mana-mana dan untuk istilah-istilah terkait, sebuah taksonomi properti untuk komputasi mana-mana telah diusulkan, dari jenis-jenis yang berbeda atau citarasa sistem mana-mana dan aplikasi dapat dijelaskan.
Paradigma ini juga digambarkan sebagai komputasi luas, kecerdasan ambient, atau, baru-baru, everyware, di mana setiap istilah menekankan aspek yang sedikit berbeda. Ketika terutama tentang obyek yang terlibat, juga komputasi fisik, Internet of Things, komputasi haptic, dan sesuatu yang berpikir. Daripada mengajukan definisi yang tunggal untuk komputasi mana-mana dan untuk istilah-istilah terkait, sebuah taksonomi properti untuk komputasi mana-mana telah diusulkan, dari jenis-jenis yang berbeda atau citarasa sistem mana-mana dan aplikasi dapat dijelaskan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar