Self confidence adalah sikap positif
seorang individu yang merasa memiliki kompetensi atau kemampuan untuk
mengembangkan penilaian positif baik terhadap dirinya maupun lingkungan
(Jacinta, 2002). Menurut Hasan (2004) menyatakan self confidence adalah percaya
akan kemampuan sendiri yang memadai dan menyadari kemampuan yang dimiliki,
serta dapat memanfaatkan secara tepat.
Lauster (dalam Fasikhah, 1994),
menyatakan bahwa self confidence merupakan suatu sikap atau perasaan yakin atas
kemampuan diri sendiri sehingga orang yang bersangkutan tidak terlalu cemas
dalam tindakan-tindakannya, dapat merasa bebas untuk melakukan hal-hal yang
disukainya dan bertanggung jawab atas perbuatannya, hangat dan sopan dalam
berinteraksi dengan orang lain, dapat menerima dan menghargai orang lain,
memiliki dorongan untuk berprestasi serta dapat mengenal kelebihan dan
kekurangannya.
Menurut Uqshari (2005) self confidence
adalah keyakinan seorang individu akan kemampuan yang dimiliki sehingga merasa
puas dengan keadaan dirinya. Bandura (dalam Sakinah, 2005) mendefenisikan self
confidence sebagai suatu keyakinan seseorang yang mampu berperilaku sesuai
dengan yang diharapkan dan diinginkan. Sedangkan Breneche dan Amich (dalam
Kumara, 1988) self confidence merupakan suatu perasaan cukup aman dan tahu apa
yang dibutuhkan dalam kehidupannya sehingga tidak perlu membandingkan dirinya
dengan orang lain dalam menentukan standar, karena ia selalu dapat menentukan
sendiri.
Coopersmith (dalam Nazwali, 1996)
menjelaskan bahwa ketika individu lebih aktif, mempunyai perilaku yang
bertujuan, bersemangat dalam menjalankan kehidupan sehari-hari baik yang
bersifat individual maupun yang bersifat kelompok cenderung memiliki self
confidence yang tinggi. Sedangkan menurut Hakim (2002) menjelaskan self
confidence yaitu sebagai suatu keyakinan seseorang terhadap segala aspek
kelebihan yang dimilikinya dan keyakinan tersebut membuatnya merasa mampu untuk
dapat mencapai berbagai tujuan dalam hidupnya.
Self
confidence bukan merupakan sesuatu yang sifatnya bawaan tetapi merupakan
sesuatu yang terbentuk dari interaksi. Waterman (dalam Sakinah, 2005)
mengatakan bahwa untuk menumbuhkan self confidence diperlukan situasi yang
memberikan kesempatan untuk berkompetisi, karena menurut Markus dan Wurf (dalam
Sakinah, 2005) seseorang belajar tentang dirinya sendiri melalui interaksi
langsung dan komparasi sosial. Dari interaksi langsung dengan orang lain akan
diperoleh informasi tentang diri dan dengan melakukan komparasi sosial
seseorang dapat menilai dirinya sendiri bila dibandingkan dengan orang lain.
Seseorang akan dapat memahami diri sendiri dan akan tahu siapa dirinya yang
kemudian akan berkembang menjadi percaya diri atau self confidence.
Jadi dapat disimpulkan bahwa self
confidence adalah perasaan yakin akan kemampuan diri sendiri yang mencakup
penilaian dan penerimaan yang baik terhadap dirinya secara utuh, bertindak
sesuai dengan apa yang diharapkan oleh orang lain sehingga individu dapat
diterima oleh orang lain maupun lingkungannya. Penerimaan ini meliputi
penerimaan secara fisik dan psikis. Perilaku yang menunjukkan keyakinan pada
kemampuan dan penilaian diri sendiri yang sering muncul dalam berbagai situasi
untuk menghasilkan kinerja yang lebih unggul.
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Self
Confidence
Menurut Iswidharmanjaya (2007) ada
beberapa faktor yang dapat mempengaruhi self confidence, yaitu:
1. Orang tua ---
Dalam hal informasi dan cermin tentang diri seseorang, orang tua memegang
peranan yang paling istimewa. Jika orang tua secara tulus dan konsisten
menunjukkan cinta dan sayang maka akan memberikan pandangan kepada anak bahwa
dia pantas dicintai baik oleh orang lain maupun oleh dirinya sendiri.
Sebaliknya, jika orang tua tidak memberikan kehangatan, penerimaan dan cinta
dalam hubungan dengan anak, maka anak akan tumbuh dengan rasa percaya diri yang
kurang. Penilaian yang diberikan oleh orang tua sebagian besar akan menjadi
penilaian yang dipegang oleh anak. Harapan orang tua akan menjadi masukan ke
dalam cita-cita anak. Jika anak tidak mampu memenuhi harapan-harapan itu, maka
ada kemungkinan anak akan mengembangkan rasa tidak berguna dan percaya diri
yang rendah.
2. Saudara sekandung ---
Hubungan dengan saudara kandung juga penting dalam pembentukan rasa percaya
diri. Anak sulung yang diperlakukan seperti pemimpin oleh adik-adiknya dan
mendapat banyak kesempatan untuk berperan sebagai penasehat, mendapat banyak
keuntungan untuk mengembangkan rasa percaya dirinya. Sedangkan anak bungsu
mungkin mengalami hal yang berlawanan. Mungkin dia terus menerus dianggap dan
diperlakukan sebagai anak kecil, akibatnya self confidence berkembang amat
lambat bahkan sulit tumbuh.
3. Sekolah
--- Siswa yang sering mendapat perlakuan buruk (dihukum dan ditegur) cenderung
lebih sulit mengembangkan rasa percaya dirinya. Sebaliknya siswa yang banyak
dipuji, mendapat penghargaan, dan diberi hadiah cenderung mempunyai self
confidence yang tinggi.
4. Teman sebaya ---
Dalam pergaulan dengan teman-teman, apakah kita disenangi, dikagumi, dan
dihormati atau tidak, ikut menentukan dalam pembentukan rasa percaya diri
seseorang. Penerimaan dan perlakuan yang baik oleh teman sebaya akan
menimbulkan rasa percaya diri dalam diri seseorang. Sebaliknya, penolakan oleh
teman sebaya menyebabkan seseorang akan menarik diri dan merasa bahwa dirinya
memiliki banyak kekurangan sehingga tidak pantas untuk bergaul dengan
teman-teman yang lain. Dengan demikian, lama kelamaan percaya diri akan
menghilang. Jadi, untuk dapat diterima dalam pergaulan seorang remaja cenderung
untuk bertingkah laku sesuai dengan perilaku teman sekelompoknya.
5. Masyarakat
--- Sebagai anggota masyarakat kita dituntut untuk bertindak menurut cara dan
norma dalam masyarakat. Semakin mampu seseorang memenuhi norma dan diterima
oleh masyarakat, maka percaya dirinya akan semakin berkembang. Self confidence
atau percaya diri seseorang juga dipengaruhi oleh penilaian yang diberikan oleh
masyarakat. Jika seseorang sudah dicap jelek, maka akan sulit baginya untuk
mengubahnya.
6. Pengalaman ---
Banyak pandangan mengenai diri seseorang yang dipengaruhi oleh pengalaman,
keberhasilan, dan kegagalan yang dialami. Keberhasilan akan memudahkan
seseorang untuk mengembangkan self confidence sedangkan kegagalan dapat
menghambat pengembangan percaya diri.
Selain itu Iswidharmanjaya (dalam
Yulianti, 2007) menyatakan ada tiga faktor yang mempengaruhi timbulnya self
confidence, yaitu:
7. Proses belajar
--- Untuk menumbuhkan rasa percaya diri dirasakan sejak usia dini. Pola asuh
yang diberikan orang tua memiliki peranan yang besar dalam menumbuhkan percaya
diri anak. Pola asuh yang diberikan meliputi kasih sayang, perhatian,
penerimaan, serta yang paling penting adalah kelekatan emosi dengan orang tua
secara tulus. Dengan adanya kehangatan dan asuhan dari orang tua, rasa percaya
diri anak akan mulai bersemi. Kalau anak merasa dirinya berharga dan bernilai
dimata orang tuanya, akan cenderung manjadi anak yang semakin percaya diri.
Selain pola asuh, perilaku orang tua juga memiliki peran dalam proses
pembentukan sikap percaya diri, karena biasanya anak yang masih kecil akan
menirukan apa yang diperbuat oleh orang tuanya. Sebaliknya orang tua yang
kurang memberikan perhatian, suka mengkritik, tidak pernah memberikan pujian
ataupun tidak pernah puas melihat prestasi anaknya akan menurunkan percaya diri
anaknya.
8. Konsep diri
--- Untuk menjadi pribadi yang memiliki percaya diri, seorang individu
membutuhkan konsep diri yang positif. Konsep diri adalah gambaran yang dipegang
seseorang menyangkut dirinya sendiri. Jika seorang individu sudah mengenal
keadaan dirinya dan dapat menerima kelebihan dan kekurangan yang dimiliki maka
individu tersebut akan memiliki percaya diri yang baik.
9. Interaksi dengan lingkungan
--- Seseorang akan belajar mengenai diri sendiri melalui interaksi langsung
dengan orang lain. Dengan berinteraksi, seorang individu akan memperoleh
informasi mengenai dirinya dari orang lain. Tetapi jika tidak ada orang lain
yang menilai maka individu tersebut tidak mengenal dirinya lebih dalam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar